Entri Populer

Jumat, 06 November 2015

KONFLIK ORGANISASI

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.


     JENIS-JENIS KONFLIK

Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 6 macam :
  • Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
  • Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar geng).
  • Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
  • Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
  • Konflik antar atau tidak antar agama
  • Konflik antar politik.
  • konflik individu dengan kelompok


     PENYELESAIAN KONFLIK 
Usaha manusia untuk meredakan pertikaian atau konflik dalam mencapai kestabilan dinamakan “akomodasi”. Pihak-pihak yang berkonflik kemudian saling menyesuaikan diri pada keadaan tersebut dengan cara bekerja sama. Bentuk-bentuk akomodasi :
1. Gencatan senjata, yaitu penangguhan permusuhan untuk jangka waktu tertentu, guna melakukan suatu pekerjaan tertentu yang tidak boleh diganggu. Misalnya : untuk melakukan perawatan bagi yang luka-luka, mengubur yang tewas, atau mengadakan perundingan perdamaian, merayakan hari suci keagamaan, dan lain-lain.
2. Abitrasi, yaitu suatu perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak ketiga yang memberikan keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua belah pihak. Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan berulangkali di mana saja dalam masyarakat, bersifat spontan dan informal. Jika pihak ketiga tidak bisa dipilih maka pemerintah biasanya menunjuk pengadilan.
3. Mediasi, yaitu penghentian pertikaian oleh pihak ketiga tetapi tidak diberikan keputusan yang mengikat. Contoh : PBB membantu menyelesaikan perselisihan antara Indonesia dengan Belanda.
4. Konsiliasi, yaitu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih sehingga tercapai persetujuan bersama. Misalnya : Panitia tetap penyelesaikan perburuhan yang dibentuk Departemeapai kestabilan n Tenaga Kerja. Bertugas menyelesaikan persoalan upah, jam kerja, kesejahteraan buruh, hari-hari libur, dan lain-lain.
5. Stalemate, yaitu; keadaan ketika kedua belah pihak yang bertentangan memiliki kekuatan yang seimbang, lalu berhenti pada suatu titik tidak saling menyerang. Keadaan ini terjadi karena kedua belah pihak tidak mungkin lagi untuk maju atau mundur. Sebagai contoh : adu senjata antara Amerika Serikat dan Uni Soviet pada masa Perang dingin.
6. Adjudication (ajudikasi), yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.
Adapun cara-cara yang lain untuk memecahkan konflik adalah :
1. Elimination, yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik, yang diungkapkan dengan ucapan antara lain : kami mengalah, kami keluar, dan sebagainya.
2. Subjugation atau domination, yaitu orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar untuk dapat memaksa orang atau pihak lain menaatinya. Sudah barang tentu cara ini bukan suatu cara pemecahan yang memuaskan bagi pihak-pihak yang terlibat.Contohnya adalah
3. Majority rule, yaitu suara terbanyak yang ditentukan melalui voting untuk mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan argumentasi.
4. Minority consent, yaitu kemenangan kelompok mayoritas yang diterima dengan senang hati oleh kelompok minoritas. Kelompok minoritas sama sekali tidak merasa dikalahkan dan sepakat untuk melakukan kerja sama dengan kelompok mayoritas.
5. Kompromi, yaitu jalan tengah yang dicapai oleh pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik.
6. Integrasi, yaitu mendiskusikan, menelaah, dan mempertimbangkan kembali pendapat-pendapat sampai diperoleh suatu keputusan yang memaksa semua pihak. 

CONTOH KONFLIK

Perkelahian atau yang sering disebut tawuran sering sekali terjadi diantara pelajar. Bahkan bukan hanya pelajar SMA. tapi juga sudah melanda sampai ke kampus-kampus. Ada yang mengatakan bahwa berkelahi adalah hal yang wajar pada remaja. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Tawuran yang terjadi apabila dapat dikatakan hampir setiap bulan, minggu, bahkan mungkin hari selalu terjadi antar pelajar yang kadang-kadang berujung dengan hilangnya satu nyawa pelajar secara sia-sia. Pelajar yang seharusnya menimba ilmu di sekolah untuk bekal mass depan yang lebih baik menjadi penerus bangsa malah berkeliaran diluar dan melakukan hal-hal yang dapat berakibat fatal.
Menurut saya, yang harusnya patut dipertanyakan tentang tanggung jawab itu yaitu pihak keluarga mereka masing-masing. Salah satu faktor penyebab terjadinya tawuran antar pelajar ialah ketidakmampuan orangtua menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya dalam mendidik dan melindungi anak. Padahal, dalam Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) pasal 26 ayat 1 telah ditegaskan bahwa orangtua berkewajiban dalam melindungi anak, baik dalam hal mengasuh, memelihara, mendidik, melindungi, maupun mengembangkan bakat anak. Menyalahkan pihak sekolah atas terjadinya tawuran merupakan sasarann yang kurang tepat karena mungkin pihak sekolah bukannya seperti menutup mata atas apa yang terjadi pada anak didiknya, tapi semua itu karena terbatasnya kewajiban mereka sebagai pendidik, yang secara tidak langsung dapat dikatakan pihak sekolah tidak dapat selalu memantau apa yang terjadi di luar sekolah karena banyaknya anak-anak yang harus mereka pantau. 
Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan didalam diri indivudu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang pelajar/remaja terlibat perkelahian(tawuran). 

Solusi untung penanganannya :
Berikut ini merupakan beberapa solusi yang dapat digunakan untuk menangani konflik mengenai tawuran antar pelajar yang sering terjadi di Indonesia.
a. Para siswa wajib diajarkan dan memahami bahwa semua permasalahan tidak akan selesai jika cara penyelesaiannya menggunakan kekerasan.
b. Melakukan komunikasi dan pendekatan secara khusus kepada para pelajar untuk mengajarkan cinta kasih.
c. Pengajaran ilmu beladiri yang mempunyai prinsip penggunaan untuk menyelamatkan orang dan bukan untuk menyakiti orang lain.
d. Ajarkan ilmu sosial budaya karena sangan bermanfaat untuk pelajar khususnya agar tidak salah menempatkan diri di lingkungan masyarakat.
e. Bagi para orang tua, mulailah belajar jadi sahabat untuk anak-anaknya.
f. Dibuatnya sekolah khusus dalam lingkungan penuh disiplin dan ketertiban bagi mereka yang terlibat tawuran.
g. Perbanyak kegiatan ekstrakulikuler atau organisasi yang terdapat di sekolah.
h. Diadakannya pengembangan bakat dan minat pelajar.
i. Diberikannya pendidikan agama sejak usia dini,
j. Boarding school (sekolah berasrama).   

SUMBER : http://meylaniarifmuhaimah.blogspot.co.id/2014/12/contoh-2-fenomenakonflik-sosial-yang.html
                 http://wikipedia.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar